Apa sih Hardiknas dan Pendidikan Karakter itu?
Tuesday, June 19, 2018
Edit
Apa sih Hardiknas dan Pendidikan Karakter itu?, pertanyaan itu pasti muncul dibenak kita semua mengenai makna yang harus kita pahami terutama para Pelajar, Pendidik dan lainnya. Kali ini kami akan berbagai pengetahuan kepada Anda semua tentang Hardiknas dan Pendidikan Karakter di Indonesia, mari simak penjelasannya berikut ini.
Tanggal 2 Mei setiap tahun di negeri ini diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Pijakan penetapan Hardiknas adalah hari lahirnya tokoh pendidikan di negeri ini yang diangkat menjadi pahlawan di negeri ini, yakni Ki Hajar Dewantara atau Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Ki Hajar Dewantara adalah Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan pertama di Rebuplik Indonesia ini. Berbagai ekspersi dilakukan oleh bangsa ini dalam memperingati Hardiknas yang biasanya di komadoi oleh Dinas Pendidikan stempat. Seperti di Kabupaten Lombok Timur, pada tahun 2009 berbagai kegiatan dilaksanakan, antara lain pemilihan siswa berprestasi, guru perprestasi, pengawas berprestasi, bahkan juga UPTD Pendidikan berprestasi, pawai pendidikan, upacara bendera di Kantor Bupati, dan resepsi peringatan Hardiknas di Pendopo. akan tetapi, pada tahun tahun berikutnya tidak terdapat lagi jenis-jenis kegiatan itu anya apel bendera saja di Kantor Bupati Lombok Timur. Memang ada pemberian penghargaan kepada pendidik dan pelajar berprestasi, tetapi prestasi personal yang dilakukan atas ikhtiar personal dalam mengikuti lomba-lomba kreativitas atas upaya personal yang diselenggarakan oleh instansi terkait tanpa seleksi ketat di tingkat kabupaten.
Ki Hajar Dewantara |
Baca Juga : Permendikbud No. 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Upacara BenderaApapun persepsi dan pemahaman kita tentang memperingati suatu kejadian tertentu adalah penting karena di dalamnya terkandung banyak makna, antara lain (1) me-review nilai-nilai dalam peristiwa penting yang diperingati (2) membangkitkan motivasi itu dengan meneledani tokoh di dalam peristiwa itu; dan (3) mengevaluasi dan merevitalisasi apa yang dilakukan pada era sekarang supaya sesuai dengan harapan-harapan saat peristiwa terjadi. Untuk itu, peringatan-peringatan hari besar nasional, keagamaan, atau keadaerahan penting dilaksanakan untuk kemajuan pemberdayaan, dan kesejahteraan.
Bila peringatan 2 Mei dilaksanakan, seharusnya memory kita harus di-setback mengenang peristiwa-peristiwa penting yang dilakoni oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional yang lahir, dibesarkan dan bermukim di Yogyakarta. Tokoh Pendidikan ini telah menanamkan nilai-nilai pendidikan yang sampai kapan pun tidak lapuk oleh panas dan tidak terkekang oleh hujan. Beliau menuangkan nilai-nilai pendidikan dalam tiga pase, yakni ing ngarso sung tulodo; ing madya mangun karso, tut wuri handayani. salah satu nilai dasar pendidikan yang telah ditanamkan dan diabadikan oleh seluruh jajaran yang terlibat di dalam dunia pendidikan dengan menjadikannya moto dalam lambang kependidikan negri ini "Tut Wuri Handayani".
Kondisi carut-marutnya dunia pendidikan kita saat ini mendorong pemerintah memprogramkan pendidikan karakter. Ketiga nilai dasar ini merupakan inti sari dari pendidikan karakter. Moto yang menjadi nilai dasar pendidikan yang ditanamkan Ki Hajar Dewantara juga menunjukkan bahwa pendidikan karakter itu menjadi tanggung jawab bersama dan menjadikan murid sebagai center for learning (pusat pembelajaran) dan murid memerlukan/membutuhkan teladan. ing ngarso sung tulodo (di depan memberikan contoh) ing madya mangun karso (di tengah-tengah memberikan inspirasi) dan tut wuri handayani (dibelakang memberikan motivasi) sangat tepat dijadikan sebagai dasar pendidikan karakter.
Baca Juga : Macam-macam Norma dan PengertiannyaProduk pendidikan adalah lahirnya murid/alumni satuan pendidikan yang berkarakter, yang di dukung oleh penyelenggara pendidikan yang berkarakter, keluarga yang yang berkarakter, dan masyarakat yang berkarakter. Karakter penyelenggara pendidikan, keluarga, dan masyarakat yang berkarakter. Karakter pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai implikasi bagi moto ing ngarso sung tulodo. khusus bagi penyelenggara pendidikan (kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, yayasan, dan pegawai/pejabat dinas pendidikan) di tuntut untuk memberikan contoh/tauladan kepada murid. Kunci utama keberhasilan dari seluruh penyelenggaraan pendidikan adalah disiplin ilmu dan kejujuran. Semua yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan harus memberikan teladan kepada murid tentang dua hal ini. pada umupanya disiplin selalu dikaitkan dengan waktu, seperti datang tepat waktu dan selesai tepat waktu. Akan tetapi, disiplin juga bermakna kreativitas, dedikasi, invoasi, loyalitas, dan prestasi. Guru disiplin membuat perencanaan pembelajaran, masuk/keluar kelas, disiplin menyajikan pembelajaran, disiplin mengevaluasi/mengoreksi dan disiplin menegur, tetapi bukan memukul. Karakter ini akan menjadi teladan bagi murid karena pendidikan karakter adalah teladan dan aplikasi, bukan teori. Oleh karena itu, pendidikan itu juga diinspirasi oleh apa yang termaktub dalam Al-Qur'an "Kaburo maqtan 'indallahi antaqulu mala taf'alun" (sangatlah besar kemurkaan Allah jika ada yang mengatakan apa yang tidak Anda Kerjakan).
Baca Juga : Makan dan Harapan Bagi Guru Sertifikasi di IndonesiaSebagai konsekuensi dari murid sebagai pusat pembelajaran, bila guru/pengelola pendidikan berada di tengah-tengah murid (ing madya mangun karso) maka sang murid harus dijadikan sebagai mitra, sebagai teman, dan guru menjadi inpirasi bagi murid untuk kreatif, inovatif, dan berani berpendapat bukan takut. Oleh karena itu, tidak pas bila guru sedang berada di tengah-tengah murid, apalagi sedang mengikuti kegiatan secara bersama-sama, tiba-tiba guru menghukum muridnya dengan memukul sampai murid melaporkan gurunya ke pihak kepolisian. ini tidak perlu terjadi, bila murid menyimpang dari satu karakter, misalnya mereka ribut paahal aara sedang berlangsung, maka sangat banyak pendekatan untuk membuat mereka berhenti berbicara. Dalam dunia pendidikan, memberikan hukuman kepada murid adalah tindakan legal tetapi hukuman yang bersifat mendidik, bukan menyakiti fisik. Hukuman menyentuh perasaan/menyentuh emosi atau mnyentuh akalnya oleh karena itu, metode menghukum yang dilakukan oleh guru-guru kita di SD, perlu di revitalisasi. Bila kita salah, guru menyuruh teman kita menarik kuping atau menyuruh kita berdiri sambil mengangkat kaki sebelah. Bila kita tidak bisa menghafal, guru menyuruh kita berdiri di depan kelas. Bila kita lupa membuat PR, guru menyuruh kita menyapu halaman sekolah/membersihkan kamar kecil, dan lain-lain.
Baca Juga : Makna Akreditasi Dalam Pengembangan PendidikanPendekatan-pendekatan hukuman ini menyentuh emosi/perasaan. Mereka menjadi malu. Kalau fisik merasa lelah karena berdiri dengan kaki sebelah, tetapi tidak ada orang yang menyakitinya, mau dendam pada siapa? kalaupun ditarik kuping, toh yang menarik temannya sendiri. jadi, kekuatannya tidak sama dengan bila ditarik oleh guru. Cara guru dulu menghukum ini merupakan proses untuk melahirkan satu karakter peserta didik, yakni rasa malu.
Baca Juga : Syarat-Syarat Pendaftaran CPNS 2018Tut Wuri Handayani bila guru/pengelola pendidikan berada di belakang, maka harus memberikan motivasi kepada murid untuk mengembangkan potensi diri. Mereka harus percaya diri bahwa mereka bisa mengerjakan sesuatu. Mereka mampu untuk berprestasi. Mereka mampu untuk lulus UN dengan prestasi maksimal tanpa harus menyontek. Dalam lambang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tulisan tut wuri handayani terpampang sangat jelas. Mengapa dipilih tut wuri handayani bukan ing ngarso dan ing madya? Ini berarti bahwa murid harus berkembang sendiri dari pengelola pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Murid-murid jangan terus di suapi, dicekoki, tetapi dibiarkan berkembang kearah yang baik dan positif. Output dari tut wuri handayani adalah lahirnya karakter mandiri.